A. Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah pendekatan pedagogi yang menerapkan metode ilmiah didalam penerapan pembelajaranya. Lebih lanjut, pendekatan saintifik tidak hanya berkutat pada pengembangan kompetisi siswa dalam melakukan observasi atau esksperimen. Tetapi, pendekatan saintifik juga berhubungan dengan pengembahangan dan keterampilan siswa sehingga mewujudkan aktivitas kreatif dan inovatif.
Menurut majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada tahun 2004, pendekatan saintifik meliputi strategi pembelajaran yang mengintegrasikan siswa (peserta didk) dalam proses berpikir dan penggunaan metode teruji secara ilmiah dengan kemampuan bervariasi. Pendekatan saintifik juga dapat menbantu guru mengidentfikasi perbedaan kemampuan siswa.
Dalam pendekatan saintifik terdapat tiga prinsip yang diantaranya; Belajar siswa aktif, Keberagaman, dan Metode ilmiah. Belajar siswa aktif memuat Inquiry-based learning atau belajar berbasis penilitian, Cooperative learning atau belajar berbasis kelompok, belajar berpusat pada siswa, dan assesment atau pengukuran belajar siswa dengan membandingkan target pencapaian tujuan belajar. Keberagaman memuat makna pendekatan saintifik mengembangkan pendekatan keberagaman. Yang membawa konsekuensi unik, kelompok siswa unik, yang termasuk keunikan dari kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks. Metode ilmiah, adalah cara merumuskan pertanyaan dan menjawabnya melalui observasi kegiatan dan eksperimen (percobaan).
Penerapan metode ilmiah berlandasan logis, berdasarkan fakta, dan teori. Dalam hal ini, pertanyaan muncul dari pengetahuan yang telah dikuasi sehingga kemampuan bertanya merupakan dasar dari mengembangkan berpikir ilmiah.
B. Hakikat Pendekatan Saintifik
Pembelajaran yang melibatkan pendekatan saintifik itu berarti pembelajaran yang dilakukan secara ilmiah. Kurikulum 2013 menginstruksikan juga penerapan pendekatan saintifik dalam proes pembelajaran. Ini didasarkan oleh karena dalam pendekatan saintifik memberikan dampak pengembangan siswa (peserta didik) dalam tiga aspek. Yaitu; Pengetahuan (Kognitif), Sikap (Afektif), dan Keterampilan (Psikomotor). Melalui pendekatan ini, siswa diharapkan dapat menjawab rasa keingintahuannya melalui proses yang sistematis yang merupakan bagian dari langkah-langkah ilmiah.
Dalam pendekatan saintifik (ilmiah) para ilmuwan mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) daripada penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran dediktif menilai fenomena umum untuk menarik kesimpulan yang spesifik. Sedangkan, penalaran induktif menilai fenomena atau situasi spesifik untuk menarik kesimpulan secara menyuluruh. Lebih jelasnya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik kedalam relasi idea yang cakupannya lebih luas. Metode ilmiah dikenal dengan menempatkan fenomena unik yang dikaji secara spesifik dan detail yang kemudian disimpulkan secara umum (Daryanto, 2014).
Metode ilmiah merujuk pada cara investigasi mengenai satu atau lebih fenomena, memperoleh kebaharuan pengetahuan, ataupun mengkoreksi serta menggabungkan pengetahuan sebelumnya. Metode ilmiah umumnya memuat berbagai kegiatan pengumpulan data, analisis, yang kemudian merumuskan serta menguji hipotesis. Langkah-langkah metode ilmiah kemudian dikenal dengan langkah-langkah ilmiah atau tindakan nyata dalam sebuah kegiatan ilmiah yang dijelaskan dalam gambar dibawah ini
Pembelajaran berbasis pendekatan saintifik lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Sebuah penelitian telah membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari tenaga pendidik sebesar 10% setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, retensi informasi dari tenaga pendidik sebesar lebih dari 90% setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50 - 70% (Musfiqon & Nurdyansah, 2015).
Tujuan ditrepkannya pendekatan saintifik (ilmiah) dalam pembelajaran di sekolah guna membiasakan siswa untuk berfikir, bersikap, serta berkarya dengan memanfaatkan kaidah dan langkah ilmiah. Proses pembelajaran menjadi lebih penting dibandingkan hasil pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa merasa lebih bermakna dibandingkan hanya memahami.
C. Kriteria Pendekatan Saintifik dan Non-saintifik
Proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik. Pendekatan ini memiliki karakteristik dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Menurut Daryanto (2014), proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Sebuah proses pembelajaran yang dikelola oleh seorang tenaga pendidik dapat disebut ilmiah bila proses pembelajaran tersebut memenuhi kriteria-kriteria berikut:
a. Substansi/materi pembelajaran benar-benar berdasarkan fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan tenaga pendidik, respons siswa, dann interaksi edukatif tenaga pendidik-peserta didik (siswa) harus terbebas dari prasangka yang semerta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Menginspirasi peserta didik (siswa) berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik (membuat dugaan) dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons substansi atau materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah yang meiliputi; intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
a. Intuisi. Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Istilah ini sering juga dipahami sebagai penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif biasanya didapat secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun demikian, intuisi sama sekali menafikkan dimensi alur pikir yang sistemik.
b. Akal sehat. Tenaga pendidik dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran karena memang hal itu dapat menunjukkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika tenaga pendidik dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkannya dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran.
c. Prasangka. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (tenaga pendidik, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didomplengi kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya, akan berubah menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif..
d. Penemuan coba-coba. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara coba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku. Jika terpaksa dilakukan, tindakan coba-coba harus disertai dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban.
e. Asal berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang yang berpendidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya dipercaya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak semuanya benar, karena bukan berdasarkan hasil eksperimen yang valid dan reliabel karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran logis.
Ada perbedaan signifikan antara pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan saintifik dan nonsaintifik. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik mempunyai perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen hasil belajar yang konsisten dan dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, atau terbuka untuk dibuktikan kembali. Di sisi lain, pembelajaran dengan pendekatan nonsaintifik, walaupun belum tentu salah, kemunculannya tidak terprogram sehingga keberhasilan pembelajaran tidak dapat didiagnosis melalui penilaian hasil belajar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
D. Implementasi Pendakatan Saintifik dalam Pembelajaran
Pembelajaarn dengan menerapkan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan kegiatan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik simpulan, dan mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan (Daryanto, 2014). Dengan demikian, penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran berpusat pada siswa agar secara aktif mengontruksi pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan ilmiah.
Implemenntasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran pada tahap pendahuluan, kegiatan inti, sampai pada penutup. Kegiatan pendahuluan diarahkan untuk memantapkan pemahaman peserta didik tentang tujuan dan pentingnya materi yang akan disampaikan, sehingga memunculkan rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu inilah yang menjadi modal besar dalam tahap pembelajaran berikutnya, yaitu kegiatan inti.
Kegiatan inti yang merupakan learning experience (pengalaman belajar) bagi peserta didik merupakan waktu yang paling banyak digunakan untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), seorang tenaga pendidik mendesain kegiatan belajar yang sistematis sesuai dengan langkah ilmiah. Kegiatan peserta didik diarahkan untuk mengonstruksi konsep, pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan dengan bantuan tenaga pendidik melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Langkahlangkah tersebut tidak harus dilakukan secara urut, akan tetapi dapat dilakukan sesuai dengan pengetahuan yang akan dipelajari (Prihadi, 2014).
a. Mengamati, merupakan kegiatan mengidentifikasi suatu objek melalui penginderaan, yaitu melalui indera penglihat (membaca, menyimak), indera pembau, indera pendengar, indera pengecap, dan indera peraba pada saat mengamati suatu objek menggunakan ataupun tidak menggunakan alat bantu sehingga siswa dapat mengidentifikasi suatu masalah.
b. Menanya, merupakan kegiatan mengungkapkan suatu hal yang ingin diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses tertentu. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan maupun tulisan dan dapat berupa kalimat pertanyaan atau kalimat hipotesis sehingga siswa dapat merumuskan masalah dan hipotesis. Pertanyaan tersebut hendaknya berkaitan dengan mengapa dan bagaimana yang menuntut jawaban melalui kegiatan eksperimen.
c. Mengumpulkan data, merupakan kegiatan mencari informasi sebagai bahan untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membaca buku, observasi lapangan, uji coba, wawancara, menyebarkan kuesioner, dan lainlain sehingga siswa dapat menguji hipotesis yang telah dibuat sebelumnya.
d. Mengasosiasi, merupakan mengolah data dalam serangkaian aktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu. Pengolahan data dapat dilakukan dengan klasifikasi, mengurutkan, menghitung, membagi, dan menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih bermakna. Bentuk pengolahan data misalnya tabel, grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya, siswa menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik suatu simpulan.
e. Mengomunikasikan, merupakan kegiatan siswa dalam mendeskripsikan dan menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram, bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi.
Kelima langkah dalam pendekatan saintifik tersebut dapat dilakukan secara berurutan atau tidak berurutan, terutama pada langkah pertama dan kedua. Sedangkan pada langkah ketiga dan seterusnya sebaiknya dilakukan secara berurutan. Langkah ilmiah ini diterapkan untuk memberikan ruang lebih pada peserta didik dalam membangun kemandirian belajar serta mengoptimalkan potensi kecerdasan yang dimiliki. Peserta didik diminta untuk mengonstruk sendiri pengetahuan, pemahaman, serta skill dari proses belajar yang dilakukan, sedangkan tenaga pendidik mengarahkan serta memberikan penguatan dan pengayaan tentang apa yang dipelajri peserta didik.
إرسال تعليق